SEKAR Edisi April 2024 | Kupu-Kupu yang Bersinar Karya Nasya Falasarika
Kupu-Kupu yang Bersinar
Karya: Nasya Falasarika
Nara adalah seorang mahasiswi kupu-kupu, begitu mereka menyebutnya. Kegiatan yang Nara lalui hanya pergi ke kampus lalu pulang ke kosnya. Sudah hampir tiga bulan kegiatan itu ia lakukan. Namun, akhir-akhir ini, ia mulai merasakan sesuatu, suatu perasaan yang tidak nyaman dan membuatnya sulit tidur di malam hari.
Bosan, muak, dan terasingkan. Di kelas, ia hanya menerima materi dari presentasi temannya, ia adalah orang yang tidak akan bertanya walaupun ia tidak paham, kecuali sang dosen menunjuknya. Nara pemalu, ia selalu berlindung di balik kata itu, namun setelah ia melakukannya selama hampir tiga bulan, ia mulai muak akan perasaan dan perilakunya. Ia muak karena ia tidak aktif saat pembelajaran kelas, karena ia pikir orang lain akan mengejeknya, ia muak harus selalu memikirkan apa yang orang lain pikirkan tentangnya, ia muak karena tubuhnya selalu bergetar hebat saat berpikir untuk mengacungkan tangan dan mengajukan pertanyaan. Ia muak kepada dirinya yang seperti itu. Karena hal itu, ia sulit mendapat teman kelompok sehingga selalu berakhir mengerjakan tugas kelompok sendirian.
Ia juga merasa diasingkan oleh teman-temannya karena ia tidak pernah ikut kepanitiaan ataupun kegiatan-kegiatan yang diikuti oleh kelasnya. Awalnya, ia menyangkal bahwa ia diasingkan dan tidak ditemani, namun, akhirnya ia menyadari bahwa mereka memang melakukannya.
Nara mulai berpikir, ia menelusuri kegiatannya sehari-hari dari sejak pertama kali menjadi mahasiswi hingga hampir tiga bulan lamanya. Lalu, ketika akhirnya ia genap tiga bulan menjadi mahasiswi. Ia pun dapat menarik kesimpulan, bahwa yang dilakukan orang-orang di sekitarnya adalah karena apa yang ia pikir dan apa yang ia lakukan. Ia menarik diri dari teman-temannya, maka dari itu mereka menjadi sungkan untuk mengajaknya. Nara juga tidak sekalipun merespon chat grup apabila ditanya oleh ketua kelas terkait keikutsertaan dalam kegiatan ataupun kepanitiaan. Ia menelan kenyataan itu dengan pahit, ia menyadari bahwa semua hal yang terjadi kepadanya adalah karena dirinya sendiri, ia terlalu berpikiran buruk kepada temannya, ia terlalu pesimis pada kemampuannya, ia juga tidak mau membuka diri dan berteman dengan yang lain, dan inilah akibatnya, inilah hasil dari yang ia tanam.
Sejak itu, Nara memutuskan untuk mulai memperbaiki diri dengan mencoba untuk aktif di kelas, ia bertanya dan memberi feedback saat ada temannya yang sedang presentasi, walaupun pada awalnya tubuhnya bergetar hebat dan menyebabkan suaranya ikut bergetar. Nara juga mulai aktif di grup kelas dan membalas ajakan dari ketua kelas, ia pun mulai membuka diri dan bertegur sapa dengan teman sekelasnya. Bulan ke-empat berhasil ia lewati tanpa hambatan, di bulan ini ia merasakan banyak sekali perubahan, dari yang awalnya tidak memiliki teman lalu sekarang memiliki sahabat. Puncaknya di bulan ke-lima, ia memberanikan diri unutk ikut kepanitian dan unit kegiatan mahasiswa yang ia minati. Dari situ, Nara jadi mengenal banyak orang dari program studi bahkan fakultas lain. Ia menjadi seseorang yang tidak lagi gugup saat harus berkenalan dan menyatakan pendapatnya di muka umum. Nara menyukai kehidupannya saat ini, ia merasa sangat bahagia karena kini, ia memiliki teman-teman yang baik, ia meraih nilai yang memuaskan, bahkan ia berhasil memperoleh beasiswa penuh selama delapan semester. Sungguh, Nara tidak pernah membayangkan dan tidak sekalipun pernah bermimpi untuk menjadi orang yang setiap pulang ke kos selalu ada yang menyapa dan mengajaknya pulang bersama, setiap kali tugas kelompok akan ada banyak kelompok yang mengajaknya bergabung, setiap kali ada pendaftaran kepanitian, namanya akan selalu menjadi yang pertama di tag di grup kelas oleh ketua kelasnya. Di balik itu semua, Nara sangat bersyukur ia mampu keluar dari zona nyamannya, ia mampu melawan egonya, ia juga mampu mengendalikan diri untuk tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang merugikan.
Beralih ke masa kini, saat ini Nara tengah nongkrong di kafe dengan sahabatnya, Tari. Tari adalah orang pertama yang menyadari perubahan Nara, dan ia juga orang pertama yang mengajak Nara untuk bergabung dengan kelompoknya. Tari juga selalu menjadi penyemangat dan tempat berkeluh kesah tentang masalah yang Nara hadapi, dan Nara menjadi yakin bahwa Tuhan mengirim malaikat baik hati ini untuk menemaninya melalui kehidupan perkuliahannya.
Tamat
Komentar
Posting Komentar