SEKAR Edisi April 2024 | The Night is Still Young dan Polaroid di Dinding Kamar Karya Rani Kurnia Fadhillah

 The Night is Still Young dan Polaroid di Dinding Kamar

Karya: Rani Kurnia Fadhillah


Kau berjalan ke kasurmu dan langsung merebahkan diri setelah memutar ‘1 jam the night is still young’ di YouTube. Biasanya, setelah melewati hari yang panjang dan melelahkan, kau akan melakukan kesukaanmu, entah melanjutkan novel yang ingin kau selesaikan, menonton film yang ada di daftar panjang to be watch- mu, melanjutkan serial TV favoritmu, atau menonton anime. Biasanya, kau akan melakukan hal tadi sambil ditemani secangkir kopi dan makanan manis. Itu adalah hal wajib. Hal-hal tadi adalah sesuatu yang membuatmu bahagia, hal-hal yang suka kau lakukan sebelum melanjutkan realita kehidupan perkuliahan. Memikirkan tentang kemungkinan apa saja yang akan kau lakukan di kos nanti membuatmu bersemangat. Tapi, kali ini berbeda. Begitu sampai kos, kau merasa tidak ingin melakukan apapun. Bahkan, mata pun menolak untuk tidur walau tahu tubuhmu sangat lelah.

Kau pun membuka laptop di atas mejamu, ke halaman YouTube, memutar lagu itu, mematikan lampu utama dan menyalakan lampu-lampu kecil yang warnanya biru dan putih itu. Begitu di kasur, kau mencoba lagi untuk tertidur. Tapi kau tidak bisa. Akhirnya kau membuka mata, dan matamu langsung tertuju pada polaroid yang terpajang tepat di dinding depan kasurmu. Dengan lampu yang berkelap kelip di sekitarnya, dinding itu tampak cantik di matamu. Foto keluarga, teman-temanmu, karakter-karakter favoritmu, bahkan quotes favoritmu, semua terpajang rapi di sana. Beberapa gambar membuatmu bernostalgia akan masa kecil dan masa remaja yang kau habiskan di kampung halamanmu.

Pertama, kau tertuju pada gambarmu bersama kedua orang tuamu saat mereka mengantarmu di bandara. Kau teringat dirimu yang suka bercerita ke ibumu, dan bagaimana ibumu pun juga suka membicarakan apapun kepadamu. Kau teringat masa kecilmu yang sering pergi ikut ayahmu bekerja, ayahmu yang sering mengajakmu menonton bola, ayahmu yang pertama kali mengajarimu bermain bulu tangkis.

Kau mengalihkan pandangan ke foto adik-adikmu. Kau teringat sering memarahi mereka. Sekarang, kau bertanya-tanya apakah mereka merindukanmu, apakah mereka senang bahwa tidak ada lagi yang setiap hari mengomeli mereka. Memikirkan hal ini membuatmu tersenyum tipis walau juga dibarengi dengan sedikit perasaan menyesal karena terlalu galak pada mereka.

Sekarang kau mengalihkan pandangan ke foto bersama teman-teman SMP mu. Masih teringat betul dengan jelas di ingatanmu bagaimana masa itu adalah pertama kalinya kau benar-benar merasakan ketatnya persaingan akademik. Kau berusaha keras untuk tidak tertinggal dari teman-temanmu yang berotak bagus itu. Namun kemudian kau teringat, meskipun mereka adalah orang-orang yang sangat mementingkan pendidikan, mereka tahu bagaimana caranya bersenang-senang. Kau pun menikmatinya, bersenang-senang dan banyak membuat kenangan bersama mereka. Siapa sangka, pertemanan itu masih bertahan sampai sekarang. Terkadang, mengetahui mereka yang berusaha keras dalam jalan yang mereka pilih sekarang membuatmu semakin termotivasi. Kau mengagumi mereka.

Mengingat masa SMP, tentunya kau akan teringat dengan teman lamamu itu—yang kau sayangi dan yang kau rindukan. Kau teringat betapa dulu kalian sangatlah dekat, namun sekarang sudah tidak pernah berhubungan lagi. Kau bertanya-tanya dari mana semuanya bermula. Kau bertanya-tanya apakah kau sudah berusaha cukup keras untuk tetap berhubungan dengannya. Tapi kemudian kau teringat bahwa kau sudah melakukan semua yang kau bisa, namun rasa-rasanya, dialah yang memilih untuk menjauh. Lambat laun, kau mulai merasa kau tidak diinginkan. Dia terasa semakin jauh. Kau pun berhenti juga untuk meraih teman itu lagi. Dan benar saja, dia pun tidak pernah penasaran akan bagaimana kabarmu. Kau dulu pernah bertanya-tanya “apakah aku masalahnya?”, “apa yang salah denganku?”, dan “apakah selama ini hanya aku yang menganggap kita bersahabat?” Namun seiring berjalannya waktu, kau tahu bahwa itu hanyalah bagian dari siklus hidup. Tidak ada yang salah di sini. Dan tidak peduli seberapa kecewanya engkau pada temanmu itu, kenangan indah tentang kalian di masa lalu benar-benar membuatmu bahagia dan bersyukur. Jadi, kau pun memutuskan untuk menerima dengan hati yang lapang. Kau hanya akan menyimpannya sebagai kenangan baik dihatimu, teman berharga yang pernah kau miliki. Sekarang jika mengingatnya, sudah tidak ada lagi amarah.

Tentang masa SMA, tidak banyak kenangan dari situ. Namun kau mengingat bahwa kau sangat bersyukur mendapat dua teman lagi sebelum lulus. Kau bersyukur bertemu mereka yang membuatmu nyaman. Terkadang, kalian merasa lucu memikirkan bagaimana kalian bisa menjadi teman. Semua memang terasa tiba-tiba.

Bernostalgia diakhiri dengan melihat gambarmu bersama sepupumu. Umur kalian hanya terpaut beberapa bulan, namun dia memanggilmu kakak. Lebih dari seorang adik, kau tahu dia adalah teman masa kecilmu, dan sahabatmu. Kau teringat bagaimana kalian sewaktu kecil suka bermain di rumah nenek kalian di kampung terpencil. Bersama dia, kalian melalui kesulitan tinggal di kampung dan itu adalah kenangan yang sangat berarti buatmu. Sekarang setelah dipikirkan, hubungan kalian terasa berbeda. Kalian sekarang sibuk dengan jalan masing-masing yang kalian pilih. Kau merasa senang sekaligus cemburu karena dia yang memiliki banyak teman dan terlihat lebih bahagia bersama mereka. Tapi, lagi-lagi, kau mengerti bahwa itulah siklus hidup. Terkadang, kau memang merasa sedih akan kenyataan itu, tapi kau menerima.

Sambil tersenyum kau mengatakan “can’t believe childhood is over.

Setelahnya, kau sadar bahwa sebenarnya kau telah melalui banyak hal sedari kau kecil. Sekarang setelah diingat lagi, kau merasa bangga dengan bagaimana caramu menyikapinya.

Sejenak kau berpikir “Ah! Lagu ini mendukung suasana ini.”

Puas bernostalgia, kini kau merasa kau akhirnya bisa tertidur. Kau pun tertidur dan tak lama setelahnya, lagu itu juga berhenti berputar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEKAR Edisi Bulan Mei-Juni 2023 | Jalan yang Terang untuk yang Bertahan oleh Bella Najwa Muzdha

PROFIL

LITERAFILM: HOME SWEET LOAN (2024)