Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2024

SEKAR Edisi September 2024 | Gunung, Sang Penjaga Langit Karya Efendi Sulistiyo Utomo

Gunung, Sang Penjaga Langit Efendi Sulistiyo Utomo Di ufuk Timur kau berdiri megah,  Berselimut kabut di pagi yang ramah.  Puncakmu menusuk birunya langit,  Seakan menyapa awan yang melintas ringkih. Hijau rindang membalut tubuhmu,  Hutan dan lembah menyimpan rahasiamu.  Suara gemericik sungai nan jernih,  Melodi alam yang damai dan lirih. Kau saksi bisu jejak langkah manusia,  Yang datang mencari makna dan cita.  Di setiap jalur yang curam berliku,  Ada harapan yang hidup kembali di situ. Namun kau juga pemarah yang garang,  Murka datang dengan lahar membentang.  Tapi itu caramu menjaga keseimbangan,  Pelajaran sunyi untuk peradaban. Gunung, engkau pelipur hati yang terluka,  Penjaga bumi di hamparan semesta.  Dalam keheninganmu aku temukan,  Keabadian hidup dan harapan tak terbandingkan.

SEKAR Edisi September 2024 | “Di Balik Bayang Kursi Pemimpin” Karya Tera

 “Di Balik Bayang Kursi Pemimpin” karya Tera Di balik kursi tinggi, tak selalu tampak Beban berat yang terdiam tanpa cakap Sebuah kesalahan kecil, bagai awan gelap Hujan kritik jatuh, tak henti menyergap Namun saat keberhasilan singgah sebentar Hening, sepi, bagai malam tanpa bintang berpendar Jarang ada pujian, kata manis tersirat Padahal di dalam, hati meradang hangat Apakah kursi ini kutuk atau anugerah? Ketika kerja keras terpendam dalam bara amarah Di mana rasa terima kasih tersembunyi? Ditelan sunyi, terlupakan dalam jejak hari Atasan, mereka bilang, tak boleh salah Namun siapa yang tahu pedih di balik senyumnya yang pasrah? Dalam setiap prestasi yang jarang dipuji Ada hati yang menunggu, berharap dihargai.

SEKAR Edisi September 2024 | Nyala di Jalan Kelam Karya Anggi Indriyani

Nyala di Jalan Kelam karya Anggi Indriyani Dalam kabut pagi yang menyimpan gelisah, Ia melangkah—tanpa bayang, tanpa kisah. Angin menghempas, mengejek sinarnya, Tapi ia tegar, merajut asa di atas luka. “Takkan mampu,” kata dunia dengan tawa, Namun langkahnya bagai hujan yang tak reda. Cacian jadi debu, terbang entah ke mana, Hanya jadi saksi bisu, tergerus oleh nyata. Setiap duri di jalan, ia susun jadi tangga, Air mata jatuh, menyirami mimpi yang meronta. Kuatkan diri dari tiap sengatan nista, Menjadikan luka karang tempat harapan bertahta. Kini ia berdiri, fajar tersenyum padanya, Menghancurkan bayang kelam yang dulu mengepung jiwa. Setiap jejak menantang, tak pernah goyah, Ia, pemecah badai, menaklukkan gelap yang pudar