Mengapa Banyak Masyarakat Indonesia Skeptis Terhadap Covid-19? | Nining Nur Yanti
Mengapa Banyak Masyarakat Indonesia Skeptis Terhadap Covid-19
Nining Nur Yanti
COVID-19 atau Corona Virus Diseases tiba-tiba menyerang Indonesia menjadi kejutan tersendiri bagi warganya. Virus yang menyerang pernapasan ini pertama kali muncul di China sekitar Desember tahun 2019, kemudian mulai merambah ke negara-negara lain di sekitarnya. Di Indonesia sendiri, virus corona mulai terdeteksi sekitar bulan Maret 2020 saat salah seorang warga Indonesia tertular dari warga Jepang yang terinfeksi.
Sejak kasus pertama, seharusnya pemerintah mulai mengetatkan pengawasan, membatasi keluar masuk Warga Negara Asing. Tapi, yang dilakukan pemerintah justru sebaliknya. Iklan-iklan liburan, tiket pesawat murah, dan sama sekali tidak ada himbauan yang berarti. Kemudian ketika kasus terus bertambah, kepanikan mulai menyerang, pembatasan mobilitas langsung dilakukan. Pembatasan yang tiba-tiba ini jelas membuat masyarakat tidak bisa mematuhi secara penuh. Kemudian media ramai-ramai memberitakan mengenai virus corona, baik yang valid maupun hoax. Hal ini yang kemudian membawa masyarakat terutama yang awam di bidang kesehatan menjadi skeptis dan bertanya-tanya mengenai informasi yang tersebar di media. Memangnya yang diberitakan media itu benar?
Banyak kecurigaan, ketidakpercayaan, juga anggapan bahwa berita virus corona tersebut tidaklah valid. Media tidak benar-benar dianggap jujur dalam memberitakan hal-hal tentang Covid-19. Apalagi jika informasi yang diperoleh bersumber dari internet yang isinya bahkan tidak tersaring dengan baik. Internet yang bebas diakses siapa saja memunculkan beragam informasi yang tidak lagi benar-benar valid, karena informasi yang benar sudah membaur dengan informasi hoax sehingga sulit sekali untuk mendapatkan sumber terpercaya. Informasi benar dan salah yang tumpang tindih inilah terutama yang membawa kesan skeptis, utamanya kepada angkatan orang-orang tua yang tidak terlalu mengerti tentang derasnya informasi di internet.
Begitu banyaknya sumber informasi barangkali malah menjadi sumber keraguan bagi sebaian masyarakat, yang kemudian berimbas pada ketidakpercayaan masyarakat pada informasi resmi sekali pun. Informasi-informasi resmi yang ditampilkan media-media milik pemerintah ikut-ikutan menjadi diragukan, dan tentu satu atau dua orang yang ragu, akan menulari lainnya sehingga menjadi sekumpulan keraguan yang terus dan terus membawa keraguan kepada penerima informasi lainnya. Derasnya informasi nyatanya tidak selalu berimbas baik kepada masyarakat.
Tentu, pemerintah tidak sepenuhnya salah dalam penanganan karena setiap program pastinya harus mendapatkan respon dan tindakan yang positif dari masyarakat. Untuk membuat masyarakat satu negara menjadi kooperatif tentunya tidaklah mudah. Masing-masing kepala memiliki keinginannya sendiri, dan mengendalikan keinginan yang beragam itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Kembali lagi, kurangnya edukasi yang mumpuni membuat beberapa lapisan masyarakat menjadi tidak mengindahkan aturan yang diberikan. Bagi sebagian orang yang paham, orang-orang yang tidak menjalankan aturan ini adalah contoh-contoh buruk yang kebanyakan dihujat. Namun, jika dilihat lebih dalam lagi, kebanyakan justru karena tidak mengerti secara penuh. Pengetahuan mereka yang mengambang ditambah dengan informasi yang tidak tersaring dengan baik tentu membuat mereka menjadi skeptikal terhadap keadaan.
Media masa harus lebih baik lagi dalam menyampaikan informasi dimana informasi tersebut haruslah bersifat edukatif dan mudah dipahami seluruh lapisan masyarakat. Pengendalian informasi di internet tentu tidak bisa sepenuhnya dikontrol, karena itulah pihak-pihak yang merasa dirinya jauh lebih mengerti daripada orang-orang yang sering mereka hujat, hendaknya memberikan edukasi, himbauan, dan penyampaian yang baik dalam memberikan pengertian kepada mereka-mereka yang awam. Sudah sewajarnya untuk saling mengingatkan secara baik-baik dan tanpa adanya kekerasan verbal.
Komentar
Posting Komentar