Seri I Dhita Nurul Fitri
IDENTITAS PENULIS
Nama
: Dhita
Nurul Fitri
Divisi
: Literasi
Jenis : Cerita Pendek
SERI
“Aku tidak punya mimpi.”
Mendengar kalimat itu aku
terkejut. Aku tidak menyangka mendengar kalimat seperti itu dari seorang Tian.
Tian adalah seorang teman yang sangat berbanding terbalik denganku. Dia
terkenal, pintar, produktif, dia bersinar, dia disukai semua orang. Jika aku
harus mendeskripsikan diriku, maka semua yang ada pada diriku adalah kebalikan
dari Tian. Kubalas kalimat Tian dengan sarkas.
“Kenapa bisa seseorang
sepertimu tidak punya mimpi. Kau punya segalanya, bahkan mimpi bukanlah hal
besar untukmu.”
Tian memandangku bingung,
sepertinya dia terkejut aku membalas perkatannya seperti itu. “Kalau begitu aku
tanya, apa tujuan hidupmu Jamal?” Tian bertanya.
Aku berpikir sejenak,
“Tujuan hidupku adalah, hidup dengan baik, memiliki pekerjaan yang bagus, gaji
yang cukup, bisa berkeluarga yang damai, menghabiskan masa tuaku dengan tenang,
dan mati dengan damai,” aku memang menjawab seperti tapi sebenarnya itu
bukanlah jawaban yang kupikirkan.
Tian hanya menganggukan
kepalanya seolah mengerti kemudian dia menjawab, “Tujuan hidup yang sederhana,”
dia hanya menjawab satu kalimat itu kemudian terdiam. Sepertinya dia memikirkan
sesuatu. Karena dia terdiam, aku juga mengajukan pertanyaan yang sama.
“Lalu kau sendiri, apa
tujuan hidupmu?” Tian tampak berpikir dalam, alisnya berkerut. Kemudian dia
menjawab, “Aku hanya ingin hidup.”
Aku tertawa terbahak
mendengar jawabannya. Jawaban yang benar-benar mengejutkan, aku merasa kita
berdua memang cocok berteman. Tian di sampingku melihatku dengan terkejut.
“Kenapa kau tertawa?” dia bertanya dengan polosnya.
Masih dengan sedikit sisa
tawa aku menjawab, “Enggak-enggak, lucu aja. Seorang Tian, tujuan hidupnya
adalah hanya ingin hidup. Bukannya itu terlalu simpel ya?”
“Emang selama ini kamu
liat aku sebagai orang yang kayak gimana, aku gak boleh punya tujuan hidup yang
simpel gitu?”
“Selama ini aku selalu
liat kamu sebagai orang yang hidupnya keren, dan bakal punya impian atau tujuan
hidup yang sama kerennya,” jawabku blak-blakan.
“Padahal aku juga sama
kayak orang biasa,” Tian menjawab. Kami berdua sama-sama terdiam. Sibuk dengan
pikiran masing-masing. Tidak ada yang bersuara, menyadari hal itu aku berusaha
untuk melanjutkan obrolan kita.
“Kenapa tiba-tiba bahas
mimpi sama tujuan hidup?”
“Tadi aku gak sengaja
denger, temen-temen cewek lagi bahas impian mereka, baru sadar kalau aku ternyata
gak punya impian,” jawabnya. Kemudian Tian melanjutkan, “Makanya, aku kira
kalau ngobrol sama kamu aku bisa tahu dan sadar tentang impianku. Tapi kayaknya
percakapan kita gak menghasilkan jawaban yang aku cari,” dia sedikit mengeluh
tentang hal itu.
“Ya maaf deh,” aku hanya
bisa minta maaf sederhana.
“Tapi percakapan kita gak
sepenuhnya gak ada artinya kok. Aku jadi tahu satu hal tentang kamu,” Tian
mengucapkan itu dengan wajah yang sulit aku mengerti, tapi aku merasa telah
membongkar rahasia ku padanya secara tidak sengaja.
“Apa yang kau tahu?” aku
tidak bisa tidak bertanya. Jantungku berdetak kencang menunggu jawaban
Tian.
“Jamal, kau dan aku sama.
Mungkin karena itulah kita bisa berteman,” setelah tersungging sebentar, dia
meninggalkan ku dalam kebingungan. Sama? Apa persamaan dari kami berdua?
***
Haah. Aku tidak tahu
sampai kapan aku bisa menghentikan ini. Sepertinya aku benar-benar sudah
terbakar habis. Setumpuk abu tidak mungkin kembali jadi kayu bukan? Maka
sepertinya aku juga sudah tidak bisa kembali menjadi manusia. Oh bukan! Aku
hanya setengah manusia, karena fisikku masih sama seperti manusia. Srek.
Sial! Kaget aku! Wah, bergerak. Masih punya semangat hidup rupanya. Pemandangan
ini yang aku suka! Srat!
***
Apa maksud dia sebenarnya?
Sama? Apa persamaan diantara kita? Sial! Tian, kau benar-benar menyebalkan.
Tidak cukup kau adalah seseorang yang mendapatkan semua perhatian dan bukannya
aku. Sekarang kau juga mengusikku. Wajah menyebalkannya yang terkakhir kali
kulihat, itu bukan ekspresi biasa. Aku yakin dia pasti tahu
sesuatu…sesuatu…tidak mungkin kan. Haha, bagaimana bisa dia tahu hal itu.
Tidak-tidak, dia tidak akan tahu! Lalu apa! Apa maksud senyum menyebalkannya
itu! Dasar! Tian!
***
Pagi ini, ditemukan kembali seorang mayat wanita tanpa identitas. Mayat
tersebut ditemukan mengapung di sungai oleh warga sekitar. Polisi yang datang
ke TKP tidak dapat menemukan petunjuk lainnya selain tubuh korban yang
diperkirakan sudah mengapung di sungai selama berhari-hari. Saat ini polisi
masih terus mencari bukti-bukti yang diperlukan, dan polisi juga memperluas
kemungkinan apakah mayat kali ini berhubungan dengan 3 mayat wanita yang
ditemukan sebelumnya.
***
Aku harus menemui Tian
hari ini, entah kenapa aku benar-benar tidak bisa tenang beberapa hari ini.
Sepertinya rahasia terbesarku telah tidak sengaja kubuka. Tian sialan yang
terlalu pintar itu menyadarinya. Aku yakin itu. Sial! Dimana dia? 30 menit
sudah aku menunggu disini. Apakah dia tidak membaca pesan yang kukirimkan?
Tidak biasanya dia terlambat.
“Jamal!”
Akhirnya dia datang. Aku
berpaling kearah suaranya berasal. Wajah menyebalkannya tersenyum jahil. Dia
tahu alasan aku memanggilnya tanpa harus kuberitahu. Bajingan!
“Apa yang mau kau
bicarakan?” dia bertanya.
“Kamu tahu kan?”
tanyaku.
“Tahu apa?”
“Kamu tahu tentangku kan!
Enggak-enggak, kamu pasti menyadarinya kan! Cepat katakana padaku!” aku
cengkram bagian atas kaosnya. Aku tidak sabar, aku berdebar, aku takut! Dia
pasti tahu!
“Wooh, santai dong. Gak
usah emosi. Lepas dulu,” dia melepaskan tanganku dari kaosnya. “Kalau yang kau
maksud tentang ‘itu’ ya tentu saja aku tahu. Mudah untuk membaca orang
sepertimu Jamal.”
Nafasku berat. Seluruh
tubuhku bergetar. Aku…apa yang harus aku lakukan? A-aku, aku takut.
***
Apa ini?! Ini
menyenangkan! Tidak kusangka dia bergetar. Padahal selama ini aku menganggap
dia lawan yang tangguh. Ternyata tidak lebih dari hanya seorang pengecut yang
sedang coba-coba. Bagaimana jika aku memprovokasinya sedikit lagi?
***
“Kenapa kau gemetar Jamal?”
Aku tersadar dari
ketakutanku. Tenang Jamal, aku tidak boleh membongkar yang lainnya juga. Aku
harus ingat orang di depanmu ini adalah Tian. Bajingan menyebalkan. Kami saling
bertatapan untuk waktu yang lama. Aku memikirkan segala cara untuk bisa balik
melawannya. Apa? Apa? Kenapa aku tidak terpikirkan satu ide pun? Berpikirlah
Jamal!
“Kalau begitu, bukannya
kau juga sama denganku dalam hal ini Tian?” aku menemukannya! Sesuatu yang bisa
membuatnya goyah.
“Hahaha!” apa?! Kenapa dia
tertawa? Apakah ini tidak berhasil menggoyahkannya?
“Aku sudah katakan padamu
bukan, kita sama. Kau dan aku Jamal, kita sama. Tidak perlu kau coba-coba untuk
menggoyahkanku dengan kalimat seperti itu. Dari awal aku memang mengakui kau
dan aku sama, yang menolak justru kau kan?”
Sial! Apa ini?! Dia tidak
goyah. Lalu, apa ini artinya aku kalah?
“Tenang Jamal, tenang. Kau
tidak harus mengalah. Aku tahu kita ‘bersaing’ tapi kita tetap bisa bersaing
secara sehat kan. Lagipula poin kita seri. Tidak harus ada pemenang diantara
kita. Aku lebih suka kita seri, bukankah dengan itu tujuan hidup kita bisa
tercapai?”
Bajingan tengik! Sialnya,
semua perkatannya benar. “Kalau begitu, bagaimana kalau kita membuat tanda pada
masing-masing ‘hasil’ kita? Mungkin sebuah kata atau kalimat yang diukir akan
bagus,” aku menawarkan. Dia tersenyum puas.
“Bagus! Aku suka! Oleh
sebab itulah kita berteman Jamal, hahaha! Baiklah, aku akan memilih hanya
ingin hidup. Bagaimana denganmu?”
“Aku akan memilih aku
takut mati. Itu adalah ketakutanmu kan, Tian?” Tian terkejut. Bagus, walau
sedikit aku harus bisa mengguncangnya. Dia tertawa lagi, mungkin dia senang dan
terkejut aku bisa mengetahuinya.
Dengan ini, ‘persaingan’
kita berdua yang dilakukan secara sehat dimulai. Hanya Ingin Hidup, Aku
Takut Mati akan terukir disetiap ‘hasil’ kami.
***
Dalam dua bulan ini, kepolisian dan juga masyarakat dibuat gempar. Hanya
dalam waktu dua bulan, wanita yang dibunuh dan dibuang identitasnya berjumlah 8
orang. Polisi dan aparat yang berwenang sedang berusaha keras untuk
menyelesaikan masalah ini dan menangkap si pelaku. Polisi memperkirakan ini
perbuatan dari dua orang, hanya saja polisi tidak mengumumkan bukti spesifik
dari hipotesa tersebut karena bersifat rahasia. Tetapi berhasil menemukan
sebuah petunjuk, bahwa bukti ekslusif itu berupa tulisan tentang hidup dan
mati. Bagi para wanita di luar sana diharapkan berhati-hati terhadap lingkungan
sekitar, dan jangan berkeliaran sendirian pada malam hari.
***
Aku hanya ingin hidup,
aku takut untuk mati. Untuk itulah aku harus tetap bertahan hidup. Sesuai
dengan prinsip hidup, membunuh atau dibunuh. Aku hanya bertahan hidup, yang
kulakukan tidak salah. Apalagi ternyata, teman tersayangku juga memiliki tujuan
yang sama denganku. Mungkin pada saatnya nanti hanya akan tersisa aku dan
temanku. Mungkin pada saat itulah prinsip membunuh atau dibunuh bisa
benar-benar aku terapkan dengan baik. Haha.
Komentar
Posting Komentar