SEKAR Edisi Bulan Mei-Juni 2023 | Bintang (Tidak) Jatuh oleh Cinthya Risti Ambasari Weningtyas
Bintang (Tidak) Jatuh
Sebuah cerpen oleh Cinthya Risti Ambasari
Weningtyas
Setelah melewati hari yang
melelahkan dengan pertempuran mata kuliah dan sakit kepala yang tak kunjung
mereda, aku akhirnya jatuh ke tempat tidur. Lelah menyelimuti tubuhku. Meskipun
berjam-jam tidak beristirahat, aku masih merindukan gerakan, sehingga aku tidak
benar-benar merasa istirahat.
Ada sebuah ungkapan yang sering
terdengar dari mulut orang-orang, "tutup matamu, dan tidur akan mendatangimu,
baik sadar maupun tidak." Aku mencoba mengikuti saran tersebut dengan
harapan dapat memulihkan kelelahan yang melanda. Namun, ada sesuatu yang berat
terus mengganggu pikiranku, merayap keluar melalui celah-celah rambut yang
menempel di bantalku.
Tak lama kemudian, terdengar suara
ketidakpuasan di telingaku. Aku mendengar staf mengeluhkan performa Lyra,
sahabatku. Evaluasi bulanan dari agensi menuntut kesempurnaan darinya. Aku
hampir lupa bahwa hari ini adalah hari yang ditakuti oleh seluruh trainee.
Hari di mana setiap kesalahan dianggap sebagai kegagalan.
Setelah menunggu cukup lama,
kuputuskan untuk menunggunya di luar ruangan. Aku siap untuk membawanya pulang
ke asrama, tempat kami bisa berbicara tanpa gangguan.
***
"Dengar, kamu aman di sini,
bersamaku," kataku dengan lembut, sambil menyentuh wajahnya dengan penuh
kehangatan, berharap dapat mengurangi rasa sakit yang tengah dia rasakan.
Seperti sebelumnya, tubuhnya bergetar. Namun, kali ini, aku merasakan bahwa
evaluasi bulanan bukanlah satu-satunya penyebabnya. Ada sesuatu yang lebih
dalam.
"Tolong maafkan aku. Aku tidak
tahu apa yang terjadi padaku. Aku merasa sangat gugup... Tolong, maafkan aku.
Aku hanya ingin tampil yang terbaik untuk kalian semua... Inilah sebabnya aku
merasa cemas. Tolong, pahami… Aku ingin menjadi sempurna di mata kalian,"
Lyra berkata dengan nada yang penuh penyesalan dan kebingungan.
Aku hanya bisa menggelengkan kepala
dengan lembut, sambil menjelaskan kepadanya bahwa dia sudah melakukan yang
terbaik. Yang perlu dia lakukan sekarang adalah memperbaiki beberapa bagian
yang kurang dan tidak perlu merasa gagal atau bahkan lebih buruk dari itu. Lyra
adalah yang terbaik, mood maker di dalam grup. Tak hanya aku, para
pendukung dan semua member pasti terpukul jika melihat kondisinya saat ini.
"Terima kasih. Aku akan
melakukan yang lebih baik pada penampilan berikutnya. Aku akan memberikan yang
terbaik dari diriku. Sungguh. Aku benar-benar berjanji. Aku... aku siap
memberikan segalanya untuk membuat penampilanku yang terbaik. Aku ingin membuat
kalian bangga. Aku tidak ingin mengecewakan kalian," ucap Lyra dengan
tekad yang kuat, penuh semangat untuk mencapai hasil yang memuaskan.
***
Keesokan harinya, aku masuk ke
ruangan Lyra dan menemukan beberapa pil dan surat kunjungan psikiater di atas
mejanya. Aku terkejut dan bertanya-tanya mengapa dia menyembunyikannya dariku.
Aku menatapnya dengan tajam, mencari jawaban dalam air mukanya.
Aku merasa marah melihat dia.
Apalagi melihatnya saat ini terus berlatih tanpa istirahat. Aku berkata kepadanya
dengan serius, "Lyra, kita harus bicara."
Dia tampak takut dan menundukkan
kepala, mengakui kesalahannya. Dia menjelaskan bahwa pil-pil itu membantu
meredakan kecemasan dan mendapatkan sedikit istirahat. Dia meminta maaf dan
berjanji akan berusaha lebih baik. Aku tetap diam, ingin tahu sejak kapan ini
terjadi.
Lyra mengakui bahwa ini sudah
berlangsung sejak bulan lalu. Dia mengatakan bahwa dia ingin memberikan yang
terbaik untukku dan teman-teman lainnya, tetapi dia tidak bisa mengatasi
tekanan. Dia merasa takut dan lelah secara mental. Akhirnya, dia memutuskan
untuk mencari bantuan dari seorang psikiater. Dia meminta maaf karena
menyembunyikannya dariku.
Aku merasa terganggu dan
mengungkapkan kekecewaanku. Aku mengingatkannya bahwa ini bukan hanya tentang
aku, tapi juga tentang kesehatannya sendiri. Dia pun merasa bersalah dan
mengaku bahwa dia ingin menjadi lebih baik. Bahkan jika itu berarti
mengundurkan diri dan tidak debut bersama teman-temannya. Kesehatan mentalnya
sudah memburuk dan dia minta maaf atas semua ini.
Mendengar itu, jelas sekali, aku
merasa terluka. Dia tidak memberitahuku lebih awal dan menyembunyikan
masalahnya. Aku hanya bisa menegaskan kekecewaanku padanya.
Dia menundukkan kepala, mencoba
menjelaskan alasannya. "Aku berusaha menangani sendiri karena takut
terlihat lemah. Itu adalah kesalahan besar. Aku seharusnya memberitahumu. Aku
menyesal sekali." Dia meminta maaf dan meraih tanganku. "Aku
benar-benar menyesal. Maafkan aku... Kamu dan yang lain sudah melakukan begitu
banyak untukku. Seharusnya aku lebih bersyukur."
Aku bertanya kepadanya dengan
harapan dan emosi yang beradu, "Apakah kamu pernah benar-benar percaya
padaku?"
Dia menatapku dengan keyakinan.
"Ya, aku percaya padamu." Dia mencoba menyampaikan penyesalannya
dalam pelukan erat. "Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak akan
mengulanginya lagi. Aku ingin berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Kamu…
kalian semua tidak pantas mendapatkan apa pun kecuali yang terbaik."
Meskipun merasa hangat dalam
pelukannya, aku ingin mengingatkannya tentang pentingnya dirinya sendiri.
"Kamu juga pantas mendapatkannya. Jangan selalu membuat semuanya tentang
aku, para member, ataupun para pendukungmu. Pikirkan juga tentang dirimu
sendiri!"
Dia mengerti dan mengangguk.
"Kamu benar... Tapi saat ini... Kalian lebih penting bagiku daripada
diriku sendiri. Kalian selalu ada di sisiku, menunjukkan cinta dan dukungan
yang tak tergantikan. Kalian adalah yang utama. Selalu." Dia bersumpah,
"Aku sungguh minta maaf. Aku tahu aku tidak dapat menjaga diriku sendiri.
Tetapi aku benar-benar ingin memperbaiki diriku untuk kalian. Kalian adalah
yang paling penting bagiku."
Aku menolak. Aku ingin dia
memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraannya sendiri. "Tidak!"
"Demi Tuhan, kalian yang
pertama!" Dia berkata dengan keyakinan. "Mengapa kamu begitu marah?
Aku hanya ingin menunjukkan betapa pentingnya kalian bagiku. Kalian adalah
prioritas utamaku, sahabatku, pendukungku. Kalian berhak untuk
didahulukan."
Aku merasa frustrasi dengan
keteguhannya. "Mereka pasti ingin kamu memprioritaskan dirimu
sendiri!"
"Tapi mengapa...? Kamu harus
mengerti. Aku ingin menunjukkan cintaku pada kalian. Aku ingin menunjukkan
siapa yang penting bagiku, siapa yang paling aku hargai, dan siapa yang selalu
ada untukku. Aku tidak akan pernah cukup berterima kasih atas semua yang kalian
berikan padaku. Tolong pahami. Kalian adalah orang yang paling penting dalam
hidupku. Aku ingin kalian bahagia. Bahkan jika itu berarti aku menjadi yang
kedua. Aku akan melakukannya. Selalu."
Aku merasa kesal dan tak tahan
dengan sikap keras kepalanya. "Aku muak, Lyra. Kamu terlalu keras
kepala!"
Dia menundukkan kepalanya dengan
tulus. "Maafkan aku. Aku hanya... Aku hanya melakukan apa yang aku yakini
akan membuatmu bahagia. Kamu satu-satunya orang yang berdiri di sampingku
dengan cinta dan kenyamanan saat aku membutuhkannya. Aku ingin kamu merasa
dicintai dan dihargai. Kamu tidak hanya pantas mendapatkan yang terbaik, kamu adalah
yang terbaik. Aku sangat mencintaimu. Aku tidak bisa mengungkapkannya dengan
kata-kata. Kamu adalah orang yang paling penting bagiku."
Aku menatapnya, mencoba
menyampaikan pesanku dengan lembut. "Jangan mencintai aku jika kamu tidak
bisa mencintai dirimu sendiri."
Dia menahan tangisnya dan berusaha
menjelaskan. "Tapi... Tapi kamu membuatku merasa dicintai. Bersamamu,
hatiku dipenuhi cinta dan sukacita. Kamu selalu ada untukku. Kamu luar biasa...
Kamu baik dan menakjubkan. Kamu adalah segalanya bagiku. Aku mencintaimu. Aku
hanya ingin yang terbaik untukmu. Tolong pahami, aku tidak pantas mendapatkan
cintamu. Aku merasa tidak layak untukmu. Kamu adalah orang yang istimewa. Aku
tidak pantas memiliki semuanya ini. Tapi aku ingin tetap bersamamu. Meskipun
aku mungkin tidak pernah bisa mencintai diriku sendiri, aku akan selalu
mencintaimu."
"Cinta seharusnya tidak
seperti itu, Lyra. Tolong..." aku mencoba memotongnya, mengingatkan
tentang pentingnya mencintai diri sendiri.
"Bukankah itu cinta?" dia
menjawab dengan lirih, mencoba menjelaskan pandangannya. "Bagaimana aku
bisa tidak mencintai kalian? Cinta... Cinta adalah… saat aku ingin kita
bersama, menemukan kebahagiaan dalam diri masing-masing, merasa aman dan
nyaman, menghargai dan mengapresiasi, menunjukkan betapa aku peduli dan
menghargai kita bersama... Bukankah itulah cinta?"
Aku mengerti apa yang dia coba
sampaikan, tetapi aku tidak bisa menyerah begitu saja. "Ya, tapi... kamu
juga harus mencintai dirimu sendiri, oke? Aku di sini mewakili semua
pendukungmu."
Dia menatapku dengan penuh tekad.
"Aku... aku berjanji akan mencoba. Ini sulit... Kamu tahu itu. Tapi jika
itu membuat kalian bahagia, aku akan memberikan yang terbaik dari diriku. Aku
tidak akan mengecewakan kalian lagi, aku berjanji. Aku akan menjaga diriku
sendiri, menjadikanku sebagai prioritas. Oke? Aku akan berusaha. Aku janji."
Aku merasa lega mendengar janjinya.
"Baiklah. Jadi sekarang... apakah kamu masih akan menyerah pada
impianmu?" tanyaku dengan kekhawatiran. Aku tidak bisa berbohong bahwa di
sini aku juga satu dari sekian banyak orang yang menantikan debut Lyra dan
grupnya. Aku tahu aku egois.
Dia menggelengkan kepala mantap,
"Aku tidak menyerah pada impianku. Meski aku mengalami kesulitan dan
merasa lelah, aku masih ingin melanjutkan. Aku ingin terus berjuang untuk
impianku. Aku mungkin merasa sedikit terpuruk, tapi itu tidak berarti aku harus
menyerah. Aku akan berjuang lebih keras lagi. Aku minta maaf jika aku membuatmu
khawatir."
"Tapi Lyra... mengapa? Mengapa
tiba-tiba kamu berubah pikiran?" tanyaku dengan rasa ingin tahu. Rasa
bersalah kini menguasaiku sepenuhnya.
Dia memandang ke bawah, berusaha
menjelaskan, "Aku... Aku tahu aku sering meragukan diriku sendiri. Aku
sering membandingkan diriku dengan orang lain dan merasa tidak cukup baik. Tapi
aku menyadari bahwa itu adalah sikap yang salah. Aku tidak boleh menghukum diriku
sendiri seperti itu. Aku tahu aku pantas mendapatkan kesuksesan dan
kebahagiaan. Aku tidak boleh menyerah pada diriku sendiri. Aku minta maaf jika
aku membuatmu bingung."
"Apa kamu benar-benar ingin
mengambil risiko ini? Bagaimana dengan dirimu sendiri? Apa kamu akan merawat
dirimu dengan baik?" tanyaku, mencari kepastian.
Dia menatapku dengan tekad,
"Aku ingin mencoba. Aku ingin memberikan yang terbaik dari diriku. Aku
ingin melampaui ketakutan dan keraguan yang selama ini menghantuiku. Aku tahu
ini tidak akan mudah, tapi aku siap menghadapinya. Aku berjanji aku akan
berjuang dengan segala kekuatanku. Aku akan mencoba lebih baik lagi dalam
merawat diriku sendiri. Aku tahu pentingnya menjaga kesehatan mental dan
emosional. Aku akan belajar mencintai diriku sendiri dan menghargai diriku
sepenuhnya. Aku minta maaf jika aku terlalu fokus pada orang lain dan melupakan
diriku sendiri. Aku akan berusaha lebih seimbang."
"Lepaskan dan katakan padaku,
apakah kamu bahagia dengan keputusan ini?" tanyaku, mencari kebahagiaannya.
Dia menatap mataku dengan tulus dan
berkata dengan senyum di bibirnya, "Aku sangat bahagia dengan keputusanku.
Aku merasa lega dan penuh harapan. Aku tahu ada tantangan di depan, tapi aku
percaya aku bisa menghadapinya. Aku akan melakukan segala yang aku bisa untuk
meraih impianku. Aku berterima kasih padamu karena telah mendukungku dan
mempercayaiku. Aku berjanji aku tidak akan mengecewakanmu."
Aku memelukku dengan erat.
"Aku sangat bangga padamu. Aku melihat kekuatan dan keteguhanmu. Aku tahu
kamu bisa melakukannya. Aku akan selalu mendukungmu."
Dia pun membalas pelukanku.
"Terima kasih karena selalu ada di sisiku. Aku bersyukur memiliki
dukunganmu. Aku akan melakukan yang terbaik dan membuatmu bangga."
***
Hari-hari terus bergulir dan aku
mendapatkan kabar melalui media sosial grup bahwa proyek debut Lyra telah
berakhir. Saat itu, sedih melanda hatiku, tetapi aku sadar bahwa ini adalah
bagian dari perjalanan hidupnya. Aku tahu dia telah memberikan segalanya dan
tidak ada penyesalan dalam usahanya. Meskipun ia harus menghadapi kekecewaan
ini, aku yakin dia akan tetap berdiri tegak dengan kepala tinggi. Lyra memiliki
kekuatan yang luar biasa, dan aku yakin masih ada banyak kesempatan di masa
depan yang menantinya. Dia tidak akan berhenti mencari dan meraih impiannya,
karena dia memiliki keteguhan dan keberanian yang tak tergoyahkan.
Lalu terkait aku… aku hanya terdiam
tanpa air muka di depan ponselku. Jujur, semua emosi negatif terasa meresap di
setiap sendi-sendi tulangku. Lyra gagal debut, bukan aku. Ya, aku tahu. Akan
tetapi… aku merasa ada beban berat yang benar-benar menghantam kepalaku dengan
keras. Hahaha! Ya, benar. Ekspektasi adalah beban itu. Sakit kepalaku ini
sampai membuatku tak menyadari bahwa beberapa tetes air mata sudah berjatuhan
ke seprai kasurku. Aku tak ingin menjadi semakin egois. Aku juga harus dewasa.
Sementara itu, Lyra dalam keadaan
penuh keyakinan berbicara pada dirinya sendiri, menantang dirinya untuk tidak
menyerah. Dia menyadari betapa beratnya kekecewaan ini, tetapi dia memilih
untuk tidak membiarkan hal itu menguasainya sepenuhnya. Lyra menyadari bahwa
pentingnya menghargai dirinya sendiri dan menjaga kekuatan internalnya. Dengan
hati yang teguh, dia berkomitmen untuk melangkah maju dengan keberanian yang baru.
Meskipun tantangan masih ada di depan, Lyra yakin bahwa ia mampu menghadapinya.
Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk mencoba lagi, dengan keyakinan yang
kuat bahwa ia akan berhasil. Lyra tetaplah bintang kami, tidak akan pernah ada
yang berubah dari pendarnya. Meskipun kini dia ingin bersinar ke arah yang
berbeda.
Komentar
Posting Komentar