Kasih Ibu I Nindi Kristanti Rahmadani

 IDENTITAS PENULIS

Nama : Nindi Kristanti Rahmadani

Divisi : Humas

Jenis   : Cerita Pendek

 

KASIH IBU

 

Malam itu berbeda dari malam biasanya karena kedua kakak ku tidak bisa pulang cepat hari ini. Hanya ada aku di rumah ini. Sendirian. Malam itu rasanya sunyi sekali bahkan aku bisa mendengar langkah kakiku sendiri. Berjalan tanpa arah yang pasti hanya mengelilingi seisi rumah.

Menjadi anak terakhir memang membosankan dan menyedihkan. Dengan gontai aku berjalan menuju kamarku di lantai atas. Berjalan ke pojok ruangan dan mematikan lampu, berharap aku bisa cepat tertidur. Aku tidak ingin melewatkan malam-malam yang membosankan ini sendirian, Lagi. Kutarik selimutku dan bersiap untuk tidur. Namun, rasanya mata ini tak kunjung meraih gelapnya mimpi.

Kuraih laptop di sampingku yang sudah menampilkan deretan film horor. Aku jadi semakin kesal mengingat fakta bahwa hari ini seharusnya aku dan kedua kakakku menonton film bersama. Itulah hal biasa yang kami lakukan setiap malam minggu, duduk berdempetan sambil berpegangan tangan menonton film horor di depan layar laptop.

Tanpa sadar aku sudah memutar satu film yang seharusnya kami tonton hari ini, Pengabdi Setan. Menonton sendirian dalam kamar dengan lampu yang temaram cukup membuat bulu kuduk berdiri. Setelah layar laptopku menampilkan barisan nama pemain dan kru film. Aku menguap merasakan kantuk mulai datang. Namun,  terasa kering, dengan langkah berat aku turun ke lantai bawah menuju dapur untuk mengambil air minum.

Air perlahan memenuhi gelas minumku. Aku berjalan dengan hati-hati menuju kamar sambil membawa air minumku. Saat melewati ruang tamu langkahku terhenti tanpa sengaja menumpahkan sedikit air minumku. Rasanya tubuhku tidak bisa bergerak beberapa saat sebelum sendi-sendi tubuhku mulai melemas dan menyebabkan badanku meluruh jatuh ke lantai.

Ruang tamuku memiliki jendela kaca besar yang langsung menghadap halaman depan rumahku. Saat aku menuju dapur, aku memang tidak menyalakan lampu ruang tamu, hanya cahaya temaram dari lampu-lampu pojok ruangan yang menghiasi ruang tamu. Namun, aku bisa melihat dengan jelas siluet seseorang sedang berdiri di halaman depan rumahku dari jendela ruang tamu yang hanya tertutup tirai putih transparan itu.

Aku tidak berani untuk sekedar bergerak melihat keluar rumah. Bahkan aku masih terduduk di lantai berusaha mengumpulkan kekuatan untuk berdiri. Tanganku meraih handphone ku dari saku baju tidurku. Lega rasanya aku tidak meninggalkan handphone ku di kamar. Dengan tangan gemetar dan mata yang terus terpaku pada siluet itu, aku berhasil menekan 3 digit nomor panggilan darurat, 911.

 

Tut...Tut...Tut...

 

Tak pernah terbayang nada tunggu panggilan terasa sungguh menyiksa. Tanganku mulai basah oleh keringat karena panggilanku belum kunjung diterima. "911, Apa keadaan darurat Anda?" Aku bernafas lega setelah mendengar suara dibalik telepon.

"Bisakah kalian mengirimkan petugas polisi kerumahku?" Dengan nafas yang sedikit tercekat, aku meminta mereka mengirimkan seseorang ke rumahku.

"Baik, tolong berikan alamat Anda" Mintanya padaku.

"284 Green St, Enfield EN3 7LR”

"Bisakah kamu menjelaskan apa yang terjadi?" Petugas itu bertanya padaku. Aku yakin dia ingin memastikan keadaan darurat apa yang sedang aku alami.

"Ya, aku melihat ada seseorang di depan rumahku. Aku menduga dia seorang wanita, tapi aku juga tidak terlalu yakin karena aku takut untuk sekedar memastikannya" Dengan perasaan yang semakin tidak karuan aku hanya mampu menjelaskan apa yang aku lihat dari balik tirai transparan itu.

Petugas itu kembali bertanya padaku apa yang orang itu lakukan di depan rumahku. "Aku tidak tahu pasti apa yang dia lakukan, tetapi mungkin dia hanya tersesat atau mabuk yang jelas dia hanya diam dan tidak bergerak sedikit pun"

Ada jeda sebentar sebelum petugas itu kembali bertanya padaku yang membuat badanku kembali mematung mendengar perintahnya. "Kami sudah mengirim petugas ke rumah Anda. Namun saya ingin meminta Anda kembali memastikan bahwa pintu depan rumah Anda sudah terkunci"

"A-aku rasa aku yakin aku telah mengunci pintu depanku. Namun, sepertinya aku harus mengecek pintu belakang rumahku" Dengan terbata-bata aku mengatakan bahwa aku tidak yakin apa aku sudah mengunci semua akses di rumah ini atau belum karena biasanya kedua kakakku  yang selalu memastikan semua pintu rumah terkunci sebelum tidur.

Rasanya aku semakin merutuki nasib menjadi anak terakhir. Aku benci situasi ini. Dengan langkah berat aku berjalan ke arah pintu belakang rumahku. Pintu itu tepat ada di area dapur. Aku bernafas lega setelah memastikan bahwa pintu itu sudah terkunci.

Saat aku kembali ke ruang tamu, begitu terkejutnya aku hingga menjatuhkan handphone dari genggaman tanganku. Tanpa sadar aku sudah menjerit ketakutan karena melihat tirai putih transparan yang sebelumnya menutupi jendela kaca besar tersingkap. Dengan sekuat tenaga aku memberanikan diri mendekati gagang pintu depan rumahku untuk memastikan pintu itu terkunci.

"Halo..."

"Apa yang terjadi?"

"Tolong aku, aku sungguh ketakutan sekarang. Tolong cepat kirimkan seseorang ke sini" Aku berkata dengan nada panik campur ketakutan.

"Tolong tetap tenang, bisa ceritakan apa yang wanita itu lakukan?"

"A-aku kembali ke ruang tamu setelah mengecek pintu dapur dan aku melihat tirai jendela di ruang tamu sudah tersingkap dan aku berani bersumpah bahwa pintu depanku  juga sudah terkunci"

"Bantuan Anda akan segera datang, tolong tetap tenang dan kami ingin Anda menjelaskan apa yang wanita itu lakukan sekarang?"

Brak! Brak! Brak!

Belum sempat aku menjawab pertanyaan petugas itu, aku mendengar suara benturan keras yang menabrak kaca jendala ruang tamu. Tepat di depan mataku aku melihat wanita itu menabrakkan dirinya berkali-kali, berulang kali. Rasanya aku bisa mendengar suara retakan tengkorak kepalanya yang perlahan mulai mengeluarkan darah.

Aku menjerit begitu keras dengan tubuh membeku dan mata yang terus menatap ke arah wanita itu. Aku bisa melihat sorot matanya yang lurus tajam menatapku dengan mulut yang menyeringai lebar. Aku tahu dia tersenyum padaku.

"To-tolong aku...wa-wanita itu membenturkan dirinya ke jendela. TOLONG AKU!!" Aku menangis ketakutan dan sekuat tenaga meminta pertolongan. Aku tidak mampu untuk berdiri lagi. Tanganku gemetar, air mataku mulai memburamkan pandanganku. Suaraku tercekat tak mampu berteriak untuk sekedar menjerit ketakutan.

"Bantuan akan sampai 15 menit lagi. Apa dia mencoba masuk?"

"Halo?"

"Hiks...Hiks...wanita itu mencoba masuk. Dia memutar kenop pintu dan-"

...

"Halo? Tolong jangan tutup teleponnya.

...

"Halo?...Halo?"

"TOLONG AKU!!!"

...

Tut...Tut...Tut...

Panggilan terputus.

   

Aku merasakan tepukan ringan pada pipiku yang berusaha membangunkanku dari tidurku. Bukan dari tidurku, tapi mimpi burukku. Perlahan aku bisa melihat siluet samar-samar kedua kakakku yang berada di samping kasurku dengan wajah cemas. Tanpa sadar aku langsung menangis dan meminta pelukan pada keduanya. Aku mulai merasa sesak karena tangisanku yang tak kunjung berhenti. Tangisan lega karena aku bisa bangun dari mimpi burukku.

"Kakak...hiks...pokoknya aku gamau ditinggal lagi sendirian. Aku gamau mimpi buruk lagi sendirian" Kataku pada kedua kakakku.

“Iya, kita enggak bakal ninggalin kamu sendirian lagi, tapi sebelum itu kamu harus nemuin petugas polisi di depan. Mereka sudah nunggu kamu buat minta keterangan lebih lanjut soal kejadian semalem” kata kakakku menenangkanku.

Dahiku berkerut bingung mendengar apa yang dikatakan kakakku. Berbagai pertanyaan muncul di kepalaku. Mengapa polisi itu ingin menemuiku? Bahkan aku tidak menghubungi mereka. Semua kejadian itu hanyalah mimpi buruk yang aku alami. Sampai aku sadar bahwa aku sudah dihadapan para polisi itu, duduk di ruang tamu menghadap jendela kaca besar yang berlumuran darah yang sudah mengering.

Tubuhku melemas dan kakiku tak mampu berdiri menopang berat badanku sendiri. Kakakku menuntun tubuhku untuk duduk di sofa ruang tamu. Mataku masih terpaku menatap jendela itu, tersadar bahwa semua hal aneh yang aku alami semalam bukanlah mimpi buruk membuat tubuhku gemetar ketakutan.

“kak...itu bukan mimpi” aku bertanya dengan nada ketakutan sambil menatap kakakku.

“selamat pagi, saya polisi yang ditugaskan untuk mendatangi rumah Anda, bisa dijelaskan kronologinya?” polisi itu mulai meminta keterangan tentang kejadian semalam. Dengan suara yang terbata-bata aku mulai menjelaskan bahwa wanita awalnya hanya berdiri di depan rumahku sebelum ia membenturkan kepalanya ke kaca jendela rumahku.

“Lalu saat wanita itu berhasil masuk ke dalam rumah apa yang ia lakukan? Kami sudah mengecek CCTV namun anehnya kami hanya melihat Anda sedang sendirian sejak Anda menghubungi kami sampai kami sampai ke rumah Anda. Kami hanya melihat bekas darah dan pintu yang terbuka dan Anda yang sudah tergeletak pingsan di ruang tamu”

Tubuhku semakin bergetar ketakutan saat tahu apa yang dikatakan polisi itu, bahkan aku hanya bisa menangis sambil mencengkeram kedua tangan kakakku. “Aku tidak sendirian malam itu, dia benar-benar mendatangiku, menatapku, dan membisikkan sesuatu...” kataku berusaha menjelaskan pada mereka.

“Apa yang wanita itu katakan?”

“Dia berkata...Dia akan menjemputku”

“Menjemput? Apa Anda kenal dengan wanita tersebut?” Aku menganggukkan kepalaku tanda bahwa aku memang mengenal wanita itu. Wanita yang mendatangiku semalam.

“Dia mama...mama yang mau menjemputku” Aku berkata dengan keadaan yang bergetar hebat sampai aku terus ditenangkan oleh kakakku.

“Maksud Anda? Anda ingin dijemput oleh Ibu Anda? Lalu mengapa Anda menghubungi kami? Apa Ibu Anda berbuat buruk terhadap Anda?

Sungguh tenagaku sudah terkuras habis oleh rasa takut akan kejadian semalam, bayangan bagaimana mata tajam itu menatapku dengan senyum seringai yang menyeramkan membuat aku tidak mampu untuk berbicara lagi.

“Dia mama kami...”

“Mama kami yang sudah meninggal satu tahun yang lalu” kata kakakku sambil menunjuk foto mamaku yang terpajang rapi di dalam lemari kaca.


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEKAR Edisi Bulan Mei-Juni 2023 | Jalan yang Terang untuk yang Bertahan oleh Bella Najwa Muzdha

PROFIL

LITERAFILM: HOME SWEET LOAN (2024)